Hari ke-3 di Jatim.
Begitu selesai rangkaian acara di PP. Al Mawaddah, saya diculik oleh teman saya Sani dan dua orang temannya, Uus dan Hanik, menuju Trenggalek. Yang dimaksud tentu bukan Kota Trenggaleknya, melainkan Desa Panggul yang berada di daerah pesisir pantai selatan
Sani sempat tanya pada saya, terbiasa travelling nggak, gitu. Saya jawab, tenang aja... kalau jarak tempuh 2-3 jam sih keciiiil. Buktinya Depok-Bandung yang berjarak 3-4 jam sering saya tempuh bersama suami. Sani juga sempat kasih bayangan, bahwa nanti perjalanan yang kami tempuh akan berliku dan turun naik gunung. Saya langsung menyimpulkan, pasti sama saja dengan Puncak Bogor, nggak ada bedanya.
Sejam lebih kami lewati, ternyata jalurnya beda dengan jalur Puncak, hahaha. Ini jalanan lika-likunya ekstrim, plus APV yang kami tumpangi nggak ada AC-nya. Saya pura-pura baik-baik aja karena nahan gengsi. Masak orang Depok mabuk perjalanan, malu dooong. Tapi sepandai-pandai tupai lompat akhirnya jatuh juga. Eh salah ya? Maksudnya sepandai-pandainya saya nyembunyiin mabuk perjalanan, akhirnya ga tahan juga. Kami pun berhenti di salah satu rumah makan di tepi jalan. Saya langsung keluar mencari udara segar. Aaah enaknyaa. Kemudian ambil posisi duduk di kursi dekat jendela yang viewnya langsung ke sungai. Tapi sayang, sungainya kering kerontang. Huhuhu.
Sani memesankan es campur untuk saya dan Dayanti sepupu saya yang juga ikut serta. Saya minum sedikit buat segarkan badan. And then.... saya tertidur pulas di kursi berkat belaian angin yang saya anggap sedang mengusap mata. Ups semoga saya tertidur tanpa ngorok.
Ketika saya bangun, kami melanjutkan perjalanan yang bikin saya deg-degan. Saya deg-degan takut mabuknya makin parah. Tapi syukurlah, sampai kami tiba di Desa Panggul, tepatnya di rumah ibu mertua Sani, saya masih baik-baik aja dan tetap mempesona. #sigh
Rumah mertua Sani merupakan rumah bergaya campuran Jawa dan modern, punya banyak kamar, dan bersiiiiih bingit. Padahal di rumah besar itu nggak ada pembantu, cuma ada Sani, sang ibu mertua, dan anak tunggalnya Sani, tapi bersihnya luar biasa. Saluuut.
Rencananya, sore setelah istirahat sebentar, kami mau langsung ke pantai. Supaya besoknya setelah mengisi workshop di MTsN Panggul, saya bisa langsung cabut ke Malang. Tapi manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang berkehendak. Siang itu istirahatnya bablas sampai Maghrib. Gagal deh mau ke pantai. Habis maghrib kami dipanggilkan tukang pijat, makasih untuk Sani dan kawan-kawan.
Esok paginya, kami baru ke pantai. Tujuan pertama adalah Pantai Pelang. Jaraknya cukup dekat dari rumah Sani. Sampai di sana, waaaah perjalanan yang memabukkan akhirnya terbayar oleh indahnya panorama Pantai Pelang. Ombaknya cantik nan mistis. Kalau diibaratkan dengan artis, mungkin pantai pelang setara dengan almarhumah Suzana. Cantik, tapimisterius. Begitu juga Pantai Pelang, cantiknya penuh misteri.
Suara deburan ombak besar yang terdorong dari Samudera Hindia, angin sepoi, pasir hitam yang mengkilat, dan bukit yang mengelilingi pantai, membuat pemandangan seolah lengkap. Pemandian air terjun juga tersedia di sini. Jarang ada pantai yang berdampingan dengan air terjun, kan?
Setelah puas berfoto, kami berpindah tempat ke penangkaran penyu Kili-Kili. Tapi sayang, sampai di sana penjaganya sedang tidak ditempaat, jadi kami nggak bisa masuk. Hiks.
Ya sudah, akhirnya kami berpindah ke Pantak Konang. Ternyata, Pantai Konang nggak kalah indah dengan Pantai Pelang. Di pantai terdapat perahu-perahu nelayan, juga gubuk-gubuk yang menjual aneka makanan dan minuman. Siang itu saya memesan 1 ikan bakar Salem ukuran cukup besar, seporsi nasi telo, sambal, dan es dawet. Semua itu cukup dibayar 11 ribu saja. Huaaaaah surgaaa buat perutku. Kata Uus, ikan mentah di sini biasa dihargai seribu perak. Waaaaw!!!
Setelah kenyang, kami kembali ke Panggul karena harus ke sekolah. Tapi kemudian sore harinya, kami kembali lagi ke Pantai Konang karena siang tadi rasanya belum puas.
Azan Maghrib pun berkumandang. Dengan berat hati, kami meninggalkan pantai dan kembali ke rumah Sani untuk berkemas menuju Malang.
Saat kami meninggalkan pantai, matahari sedang merah-merahnya karena akan tenggelam, dan dari kejauhan bisa kami lihat kerlap-kerlip lampu dari perahu nelayan yang sedang berlayar mencari ikan. Cantik, seperti bintang-bintang sedang jatuh ke permukaan laut Konang.
Begitu selesai rangkaian acara di PP. Al Mawaddah, saya diculik oleh teman saya Sani dan dua orang temannya, Uus dan Hanik, menuju Trenggalek. Yang dimaksud tentu bukan Kota Trenggaleknya, melainkan Desa Panggul yang berada di daerah pesisir pantai selatan
Sani sempat tanya pada saya, terbiasa travelling nggak, gitu. Saya jawab, tenang aja... kalau jarak tempuh 2-3 jam sih keciiiil. Buktinya Depok-Bandung yang berjarak 3-4 jam sering saya tempuh bersama suami. Sani juga sempat kasih bayangan, bahwa nanti perjalanan yang kami tempuh akan berliku dan turun naik gunung. Saya langsung menyimpulkan, pasti sama saja dengan Puncak Bogor, nggak ada bedanya.
Sejam lebih kami lewati, ternyata jalurnya beda dengan jalur Puncak, hahaha. Ini jalanan lika-likunya ekstrim, plus APV yang kami tumpangi nggak ada AC-nya. Saya pura-pura baik-baik aja karena nahan gengsi. Masak orang Depok mabuk perjalanan, malu dooong. Tapi sepandai-pandai tupai lompat akhirnya jatuh juga. Eh salah ya? Maksudnya sepandai-pandainya saya nyembunyiin mabuk perjalanan, akhirnya ga tahan juga. Kami pun berhenti di salah satu rumah makan di tepi jalan. Saya langsung keluar mencari udara segar. Aaah enaknyaa. Kemudian ambil posisi duduk di kursi dekat jendela yang viewnya langsung ke sungai. Tapi sayang, sungainya kering kerontang. Huhuhu.
Sani memesankan es campur untuk saya dan Dayanti sepupu saya yang juga ikut serta. Saya minum sedikit buat segarkan badan. And then.... saya tertidur pulas di kursi berkat belaian angin yang saya anggap sedang mengusap mata. Ups semoga saya tertidur tanpa ngorok.
Ketika saya bangun, kami melanjutkan perjalanan yang bikin saya deg-degan. Saya deg-degan takut mabuknya makin parah. Tapi syukurlah, sampai kami tiba di Desa Panggul, tepatnya di rumah ibu mertua Sani, saya masih baik-baik aja dan tetap mempesona. #sigh
Rumah mertua Sani merupakan rumah bergaya campuran Jawa dan modern, punya banyak kamar, dan bersiiiiih bingit. Padahal di rumah besar itu nggak ada pembantu, cuma ada Sani, sang ibu mertua, dan anak tunggalnya Sani, tapi bersihnya luar biasa. Saluuut.
Rencananya, sore setelah istirahat sebentar, kami mau langsung ke pantai. Supaya besoknya setelah mengisi workshop di MTsN Panggul, saya bisa langsung cabut ke Malang. Tapi manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang berkehendak. Siang itu istirahatnya bablas sampai Maghrib. Gagal deh mau ke pantai. Habis maghrib kami dipanggilkan tukang pijat, makasih untuk Sani dan kawan-kawan.
Esok paginya, kami baru ke pantai. Tujuan pertama adalah Pantai Pelang. Jaraknya cukup dekat dari rumah Sani. Sampai di sana, waaaah perjalanan yang memabukkan akhirnya terbayar oleh indahnya panorama Pantai Pelang. Ombaknya cantik nan mistis. Kalau diibaratkan dengan artis, mungkin pantai pelang setara dengan almarhumah Suzana. Cantik, tapimisterius. Begitu juga Pantai Pelang, cantiknya penuh misteri.
Suara deburan ombak besar yang terdorong dari Samudera Hindia, angin sepoi, pasir hitam yang mengkilat, dan bukit yang mengelilingi pantai, membuat pemandangan seolah lengkap. Pemandian air terjun juga tersedia di sini. Jarang ada pantai yang berdampingan dengan air terjun, kan?
Setelah puas berfoto, kami berpindah tempat ke penangkaran penyu Kili-Kili. Tapi sayang, sampai di sana penjaganya sedang tidak ditempaat, jadi kami nggak bisa masuk. Hiks.
Ya sudah, akhirnya kami berpindah ke Pantak Konang. Ternyata, Pantai Konang nggak kalah indah dengan Pantai Pelang. Di pantai terdapat perahu-perahu nelayan, juga gubuk-gubuk yang menjual aneka makanan dan minuman. Siang itu saya memesan 1 ikan bakar Salem ukuran cukup besar, seporsi nasi telo, sambal, dan es dawet. Semua itu cukup dibayar 11 ribu saja. Huaaaaah surgaaa buat perutku. Kata Uus, ikan mentah di sini biasa dihargai seribu perak. Waaaaw!!!
Setelah kenyang, kami kembali ke Panggul karena harus ke sekolah. Tapi kemudian sore harinya, kami kembali lagi ke Pantai Konang karena siang tadi rasanya belum puas.
Azan Maghrib pun berkumandang. Dengan berat hati, kami meninggalkan pantai dan kembali ke rumah Sani untuk berkemas menuju Malang.
Saat kami meninggalkan pantai, matahari sedang merah-merahnya karena akan tenggelam, dan dari kejauhan bisa kami lihat kerlap-kerlip lampu dari perahu nelayan yang sedang berlayar mencari ikan. Cantik, seperti bintang-bintang sedang jatuh ke permukaan laut Konang.
posted from Bloggeroid
wah, pantainya cantik :)
Iyaaa mbak, patut dicobaaa deh pokoknya. Backpackeran juga enak bangeeet.
assalamu'alaikum kak nofa
bagaimana kak kabarnya??, saya murid di MTsN Panggul saya juga mengikuti workshop kemaren
Waalaikumsalamwrwb Ficky, alhamdulillah baiiik dan sering kangen sama Panggul xixixi.
Ficky apa kabarnya? Sehatkah?
Gimana masih pada berlatih menulis?
Teton price: What is the average price for a car?
Prices titanium magnetic and mileage titanium paint color trends for titanium wedding bands for men the average Teton car (Teton). Here are some of mens titanium braclets the most common driving trends nano titanium and prices