Siang sekitar pukul 13.00 WIB. Nanet selaku penanggung jawab Pelatihan Menulis Anak yang akan kami (WSC) selenggarakan akhir bulan nanti, menghubungi saya, dan mengajak ketemuan jam 15.00 WIB di Margonda, untuk bertemu dengan manager Buku Cafe sebagai penyedia tempat. Well, jam 3 sore itu masih lama, masih banyak waktu untuk saya kembali berkutat dengan internet. Sebenarnya niatnya adalah menggali inspirasi, karena ada beberapa tugas yang mesti saya kerjakan, tapi nyatanya saya malah facebook-an.
Jam 14.45 WIB. Saya mulai bersiap untuk ketemu Nanet. Mandi, pilih-pilih baju, dan yang tak kan terlewat... dandan. Saya (lagi-lagi) lupa bahwa saya adalah orang yang lelet, tak bisa sebentar kalau ke kamar mandi, maka pilihan saya untuk mulai bersiap di pukul 3 kurang 15 itu pun jelas-jelas salah. Lah, janjiannya saja jam 3 sore. Mana cukup waktu 15 menit untuk mandi, memilih baju, dandan, serta menempuh perjalanan dari rumah ke Margonda Raya yang butuh waktu 15 menit perjalanan?
Jam 15.10 WIB, Nanet SMS, "jeng, sudah jalan belum?" lalu saya jawab,"ini baru jalan." Padahal memakai jilbab pun belum. Berbohonglah saya. Jam 15.30 barulah saya berangkat untuk menemui Nanet yang mungkin sudah bulukan dan dipenuhi lalat karena terlalu lama menunggu. Dan pada jam 15.45 saya akhirnya ketemu Nanet, untunglah dia belum benar-benar bulukan. :P (Ah, mengapa saya selalu seperti ini setiap membuat janji? hiks. Mungkinkah ini semacam kutukan sehingga saya selalu datang terlambat?)
Setelah itu, kami langsung meluncur ke Buku Cafe, dan seperti biasa... hampir saja terlewat karena saya tergolong idiot dalam menghafal jalan dan tempat. Kami pun langsung masuk ke dalam. Inti cerita, kami pun bertemu kembali dengan Mbak Risma yang sebelumnya sudah pernah kami temui, juga Pak Widi, dan tentu saja... owner Buku Cafe.
Para karyawan bilang, sense Hashi (entah benar atau salah saya mengeja namanya) si orang Jepang itu lah ownernya. Tapi sang sense, mengaku hanya sebagai asisten di situ. Hmmm, dirimu sungguh rendah hati, sense! Tahukah kamu bahwa di luar sana bahkan pelayan mengaku sebagai majikan?! Then, kami duduk bersama, tentu saja untuk membicarakan soal pelatihan tanggal 29 nanti, tapi lama-lama pembicaraan melebar. Kami pun mulai membicarakan buku, film, sampai sinetron-sinetron lebay yang sama sekali tak mendidik anak-anak. Kata sense Hashi, tanggung jawab minat baca pada anak-anak, ada pada orang tuanya. Jika orang tua tak suka membaca buku, bagaimana mungkin si anak mau suka membaca buku? Yeah... i do agree, sense! Tapi lalu bagaimana dengan saya ya, sense? Sehari-hari di rumah saya lebih banyak mempertontonkan pada anak-anak kegiatan mengetik saya, mereka agak jarang melihat saya membaca karena biasanya saya membaca di Gramedia atau TM store. Bukan karena gaya, tapi demi menghemat anggaran pengeluaran keluarga, dan saya pergi tanpa anak-anak karena khawatir mereka ingin membeli banyak buku. :(
Kami sudah selesai ketika akhirnya hujan malah turun dan menghalangi kami untuk pulang. Ini tandanya kami akan lebih lama di sini, membeli minuman lagi, memesan makanan lagi, dan mengobrol lebih panjang lagi. Tapi tentu saja hanya dengan Nanet, karena Pak Widi, sense Hashi dan juga Mbak Risma sudah sibuk lagi dengan urusannya sendiri, atau mungkin juga sudah bosan meihat kami. (ah, yang terakhir ini sepertinya hanya perasaan saya saja.)
Urusan pelatihan selesai, sekarang kami bicara soal bimbel yang mau kami dirikan bersama. Selesai. Lalu lanjut kepada penggarapan novel komedi saya yang terhenti dan meminta bantuan Nanet untuk ikut menyelesaikannya (sebenarnya itu seperti memberikan kue bolu bantet kepada Nanet dan mewajibkan dia untuk menyulapnya menjadi kue tart yang nikmat dan juga menarik, mungkin saya terlalu kejam ya?)
Saya jadi berpikir, banyak sekali mimpi yang sedang saya jajaki satu persatu. Seperti anak tangga yang tinggi menjulang yang mengantarkan saya pada satu tujuan. Tapi kan hidup memang harus punya mimpi. Hanya saja, apa baik memiliki banyak mimpi? Ah, harusnya ya boleh saja. Memiliki banyak istri saja ndak apa-apa, ya masa memiliki banyak mimpi tidak boleh, ya? Pasti boleh lah. (saya tidak tahu ini ada kaitannya atau tidak, tapi perlu diketahui bahwa saya menulis ini di tengah malam, terbangun dari tidur karena obat nyamuk cair saya ternyata habis dan saya mendapati diri saya dikerubungi nyamuk. Maka saya bangun dan langsung terpikir untuk menengok blog saya ini, seperti mendapat ilham dengan nyamuk sebagai perantaranya. aiiiih!)
*mungkin kamu nggak tahu apa yang sedang kamu baca, it's okay! sebab saya pun tak tahu apa yang sedang saya tulis*
Jam 14.45 WIB. Saya mulai bersiap untuk ketemu Nanet. Mandi, pilih-pilih baju, dan yang tak kan terlewat... dandan. Saya (lagi-lagi) lupa bahwa saya adalah orang yang lelet, tak bisa sebentar kalau ke kamar mandi, maka pilihan saya untuk mulai bersiap di pukul 3 kurang 15 itu pun jelas-jelas salah. Lah, janjiannya saja jam 3 sore. Mana cukup waktu 15 menit untuk mandi, memilih baju, dandan, serta menempuh perjalanan dari rumah ke Margonda Raya yang butuh waktu 15 menit perjalanan?
Jam 15.10 WIB, Nanet SMS, "jeng, sudah jalan belum?" lalu saya jawab,"ini baru jalan." Padahal memakai jilbab pun belum. Berbohonglah saya. Jam 15.30 barulah saya berangkat untuk menemui Nanet yang mungkin sudah bulukan dan dipenuhi lalat karena terlalu lama menunggu. Dan pada jam 15.45 saya akhirnya ketemu Nanet, untunglah dia belum benar-benar bulukan. :P (Ah, mengapa saya selalu seperti ini setiap membuat janji? hiks. Mungkinkah ini semacam kutukan sehingga saya selalu datang terlambat?)
Setelah itu, kami langsung meluncur ke Buku Cafe, dan seperti biasa... hampir saja terlewat karena saya tergolong idiot dalam menghafal jalan dan tempat. Kami pun langsung masuk ke dalam. Inti cerita, kami pun bertemu kembali dengan Mbak Risma yang sebelumnya sudah pernah kami temui, juga Pak Widi, dan tentu saja... owner Buku Cafe.
Para karyawan bilang, sense Hashi (entah benar atau salah saya mengeja namanya) si orang Jepang itu lah ownernya. Tapi sang sense, mengaku hanya sebagai asisten di situ. Hmmm, dirimu sungguh rendah hati, sense! Tahukah kamu bahwa di luar sana bahkan pelayan mengaku sebagai majikan?! Then, kami duduk bersama, tentu saja untuk membicarakan soal pelatihan tanggal 29 nanti, tapi lama-lama pembicaraan melebar. Kami pun mulai membicarakan buku, film, sampai sinetron-sinetron lebay yang sama sekali tak mendidik anak-anak. Kata sense Hashi, tanggung jawab minat baca pada anak-anak, ada pada orang tuanya. Jika orang tua tak suka membaca buku, bagaimana mungkin si anak mau suka membaca buku? Yeah... i do agree, sense! Tapi lalu bagaimana dengan saya ya, sense? Sehari-hari di rumah saya lebih banyak mempertontonkan pada anak-anak kegiatan mengetik saya, mereka agak jarang melihat saya membaca karena biasanya saya membaca di Gramedia atau TM store. Bukan karena gaya, tapi demi menghemat anggaran pengeluaran keluarga, dan saya pergi tanpa anak-anak karena khawatir mereka ingin membeli banyak buku. :(
Kami sudah selesai ketika akhirnya hujan malah turun dan menghalangi kami untuk pulang. Ini tandanya kami akan lebih lama di sini, membeli minuman lagi, memesan makanan lagi, dan mengobrol lebih panjang lagi. Tapi tentu saja hanya dengan Nanet, karena Pak Widi, sense Hashi dan juga Mbak Risma sudah sibuk lagi dengan urusannya sendiri, atau mungkin juga sudah bosan meihat kami. (ah, yang terakhir ini sepertinya hanya perasaan saya saja.)
Urusan pelatihan selesai, sekarang kami bicara soal bimbel yang mau kami dirikan bersama. Selesai. Lalu lanjut kepada penggarapan novel komedi saya yang terhenti dan meminta bantuan Nanet untuk ikut menyelesaikannya (sebenarnya itu seperti memberikan kue bolu bantet kepada Nanet dan mewajibkan dia untuk menyulapnya menjadi kue tart yang nikmat dan juga menarik, mungkin saya terlalu kejam ya?)
Saya jadi berpikir, banyak sekali mimpi yang sedang saya jajaki satu persatu. Seperti anak tangga yang tinggi menjulang yang mengantarkan saya pada satu tujuan. Tapi kan hidup memang harus punya mimpi. Hanya saja, apa baik memiliki banyak mimpi? Ah, harusnya ya boleh saja. Memiliki banyak istri saja ndak apa-apa, ya masa memiliki banyak mimpi tidak boleh, ya? Pasti boleh lah. (saya tidak tahu ini ada kaitannya atau tidak, tapi perlu diketahui bahwa saya menulis ini di tengah malam, terbangun dari tidur karena obat nyamuk cair saya ternyata habis dan saya mendapati diri saya dikerubungi nyamuk. Maka saya bangun dan langsung terpikir untuk menengok blog saya ini, seperti mendapat ilham dengan nyamuk sebagai perantaranya. aiiiih!)
*mungkin kamu nggak tahu apa yang sedang kamu baca, it's okay! sebab saya pun tak tahu apa yang sedang saya tulis*