Menulis. Sekarang pekerjaan itu bukan cuma hobi buat saya. Tapi
juga ladang mencari duit. Walaupun yang
dihasilkan belum cukup banyak, hehehe. Maklum masih pemula, masih perlu banyak
belajar.
Mengingat bahwa menulis sudah saya jadikan sebagai sebuah
pekerjaan, maka mau tak mau saya harus rajin, sebab jika tak menulis saya tentu
tak dapat uang. Menulis setiap hari saja belum tentu yang ditulis setiap hari
itu akan diterima media atau penerbit, apalagi yang jarang menulis. Jadi semakin
rajin akan semakin baik hasilnya, begitu kata senior. Walaupun nyatanya sudah
berminggu-minggu saya tidak juga menulis. Lihat saja blog saya ini, sudah
beberapa bulan kosong melompong dan sepi postingan. Adapun mencari uang saya
alihkan dengan berjualan online. Jadi mungkin saya ini penulis nakal. Dilema antara
ingin jadi penulis atau pedagang. Ah tak apa, yang penting masih mau menulis. Anggap
saja saya ini penulis yang nyambi berjualan, atau boleh juga disebut pedagang yang bisa menulis.
Jadi, malam ini saya menulis sebuah cerpen yang agak tragis
dan sedih. Targetnya, pembaca ikut merasa miris dengan cerita yang saya kisahkan,
kalau bisa mereka harus menangis. Mudahkah, atau susah? Hmm, gampang-gampang
susah. Sebab nggak mungkin saya
menuliskan naskah mellow kalau suasana hati saya dalam keadaan gembira ria,
apalagi menulisnya sambil tertawa. Mustahil .
Maka yang bisa saya lakukan adalah mengumpulkan sebanyak
mungkin lagu-lagu sedih yang berkaitan dengan tema yang saya garap, dan
menjadikannya backsound saat menulis. Bahkan saya mendengarkannya
berulang-ulang jauh sebelum saya pada akhirnya menuangkan ide ceritanya pada
rangkaian kisah. Juga membaca cerita-cerita sedih karangan orang lain. Mengobrak-abrik
habis-habisan suasana hati saya, dan membalikkannya 180 derajat, dari keadaaan
gembira dan cuek menjadi super mellow dan sensitive. Sulit, tapi harus. Kan biar
dapat duit. :p
Hal-hal macam itu, membuat saya terbiasa menangis sambil
mengetik, atau juga mengetik sambil menangis (whatever). Karena itu, saya lebih
nyaman sendirian saat menulis cerita sedih, karena saya malu kalau ada yang
melihat saya menangis padahal saya tidak punya masalah.
Sejujurnya, saya butuh waktu cukup lama dari mulai
mendapatkan ide cerita sampai menuliskannya. Karena saya tidak sanggup untuk
mulai menulis jika nyawa si tokoh belum merasuki jiwa saya. Tidak ingin pembaca
kecewa karena membaca cerpen yang dikemas seperti berita. Jadi ketika ada
adegan menyedihkan, ya saya pun benar-benar merasakan kesedihannya, lalu
menyampaikan perasaan itu kepada pembaca. Bukan memberi laporan peristiwa. Kan saya
penulis, bukan jurnalis. Walaupun masih pemula sih.
Jadi saya pikir, penulis itu seperti actor/aktris. Penulis itu
seperti pemain opera. Harus menjiwai tulisannya sendiri dan memberi nyawa pada
setiap tokoh yang diciptakannya. Mesti mampu memerankan tokoh sebaik mungkin
dalam imajinasinya. Sebab katanya, yang datang dari hati… akan sampai juga ke
hati.
Salam hangat dari pemula seperti saya. ^_^
Post a Comment