Friday, 24 February 2012

Pernak-Pernik Ke Gramedia (Day #1)


Jumat, 24 Februari 2012. Hari pertama di mana saya turut mendistribusikan novel Love Asset ke Gramedia. Dan hari ini kami memulainya dari Jakarta, kawasan terdekat. Inilah rangkaian kejadian yang dimulai sejak pagi:

Pagi hari jam 7 saya masih sibuk mencari mobil yang bisa dirental untuk keliling Jakarta hari ini bersama beberapa teman WSC. Karena mobil Bapak sendiri sedang dirental orang untuk dinas ke Jawa Timur. Sementara jam 8 pagi ini, saya harus sudah siap karena Mbak Tati akan datang menjemput untuk berangkat ke PIM bareng. Susah sekali sepertinya mencari mobil yang bisa disewa secara mendadak begini. Apalagi weekend, semua orang ingin bepergian. Huft, dunia selalu diiisi dengan rutinitas seperti itu ya? Senin sampai Jumat untuk bekerja, dan Jumat malam sampai Minggu malam untuk berpergian. Dan selalu begitu berulang-ulang. Jujur, saya benci rutinitas. (don’t ever try this at home!)

Jam 7.30.  Mbak Ade menelepon dan memberi kabar bahwa sudah ada mobil yang bisa disewa, jadi saya nggak perlu repot mencari lagi. Fyuh, leganya saya.  Sekerang saya tinggal bersiap-siap.

Seperti yang sudah sering saya ulas, bahwa saya terlalu sering mengecewakan orang lain karena pembawaan saya yang kelewat lelet dan ngaret, saya pun memutuskan untuk membuktikan pada dunia bahwa saya pun bisa on time. Berhubung Mbak Tati akan menjemput jam 8, pastinya saya harus sudah rapi sebelum jam jam 8. Maka saya putuskan untuk tidak mandi pagi, dan mulai berdandan.

Jam 7.45 saya sudah rapi. Saya pastikan kali ini Mbak Tati nggak akan kecewa. Tapi rupanya saya yang kecewa karena Mbak Tati baru  muncul pada jam  8.30. That’s my reason why I didn’t like to be on time. Hehe. padahal saya sampai nggak mandi karena takut ia keburu datang. Kenapa sekarang dia malah telaaat?

Berangkatlah kami menuju Mall Pondok Indah, yang pastinya… diwarnai dengan kebiasaan lama, yaitu “nyasar”. Ketika saya pergi sendirian, saya terbiasa dengan ritual nyasar, seolah nyasar adalah  bagian dari kehidupan saya. Namun  nyatanya ketika bersama orang lain pun, kami nyasar. Saya  jadi heran, sebenarnya itu tandanya saya mempunyai teman yang sama-sama hobi nyasar… atau  mereka nyasar karena kebetulan pergi dengan saya? Sehingga itu membuat saya yakin, bahwa nyasar bukan saja menjadi bagian dari kehidupan saya, tapi juga sudah merasuk ke dalam jiwa. Halaaah, meleber kemana-mana pembahasannya. (lupakan, ini tidak penting!)

Sampailah  kami di PIM pada pukul 10 (saya ragu harus menyebutnya 10 pagi atau 10 siang). Sayang sekali kami berdua ternyata adalah orang yang datang pertama kali, padahal kami semua membuat janji ketemu di PIM tepat  pada pukul 9 pagi. Whuat? Kemudian saya ingat, oh ya… ini kan Indonesia. Kenapa masih kaget? Saya kan juga orang Indonesia, yaaa… sama-sama orang Indonesia lah. (baca: saya kan juga suka ngaret, ya… sesama tukang ngaret saling menunggu aja lah :p)

And finally. Berkumpullah kami di Es Teller 77 tepat pada jam 11. Berbincang tentang banyak hal, banyaaaak sekali sampai kami lupa kalau kami harus mendistribusikan Love Asset. Setelah itu kami berpencar, mendistribusikan novel kami itu ke Gramedia-Gramedia yang sudah ditentukan pembagian wilayahnya. Tentu saja, saya masih dengan Mbak Tati.

Oya, sebenarnya di PIM kami sempat window shopping. Tapi akhirnya Mbak Tati keburu bete’, karena setiap dia menunjuk baju  yang bagus, saya menjawabnya dengan “di online shop gue juga ada, Mbak!”

ketika menunjuk tas yang menurutnya sangat bagus, saya jawab lagi dengan, “tas di  OL shop gue juga sama kayak gitu modelnya, tapi murah cuma 300 ribu, nggak sampai 700 ribu gitu, bunganya ada 2 lagi, itu malah cuman satu.”

Dan apapun yang dilihatnya, saya terus menjawab dengan kalimat yang kurang lebih sama. Mungkin karena merasa nggak nyaman atau  jijay mempunyai teman seperti saya, akhirnya dia memutuskan untuk berhenti berkeliling. Heheh.

Tempat yang terakhir kami kunjungi adalah Gramedia Cinere Mall. Ketika selesai dan akan pulang, saya lapar dan ingin makan. Tapi Mbak Tati melarang, padahal apa haknya melarang saya? Lalu kemudian saya tahu alasannya. Ternyata Mbak Tati lebih suka jika makan gratisan di rumah Mbak Umiq yang sudah terkenal baik hatinya. Jadi mampirlah kami ke rumah Mbak Umiq. Dan benar saja, Mbak Umiq sudah menyiapkan kwetiau goreng dan nasi goreng untuk kami. Alhamdulillah ya.

Sepanjang memulai hari kami tertawa, ada saja yang ditertawakan. Tertawa seolah kami ini bahagia saja. Seolah tanpa beban saja. Tanpa masalah. Padahal siapa bilang kami tak ada beban? Itu fitnah! Tapi kami bertiga sama-sama tahu keadaan masing-masing. Apapun yang menimpa, sesulit apapun kita, apa lantas harus murung dan tak mau tertawa? Ah, hidup terlalu singkat untuk diisi dengan wajah murung. Jadi buat apa? Tertawalah, bahagialah, karena itu lebih mudah.

Tak terasa sudah jam 8 malam. Saya memutuskan untuk meminta dijemput oleh suami di rumah Mbak Umiq. Karena HP saya kehabisan baterai, saya pun meminjam HP milik Mbak Umiq untuk mengirim SMS kepada suami. Dan mulailah saya kirimkan sebuah SMS ke nomor suami yang saya hafal di luar kepala.

Lama sudah saya mengirimkan SMS, tapi kok suami saya nggak juga menjawab. Apa dia tidur ya? Saya pun mencoba mengiriminya SMS lagi, berharap kali ini dia dengar bahwa HPnya bordering. Tapi tetap saja tidak ada balasan. Lama saya menunggu. Masih juga tak dibalas. Saya pinjam kembali HP Mbak Umiq yang berwarna putih itu. Dan… astaga! Baru saya sadari bahwa sejak tadi saya mengirim SMS ke nomor saya sendri, bukan ke nomor suami saya. Padahal seingat saya, saya sudah menekan angka-angka dengan benar. Pantas saja suami saya tidak menjawab. Huft!

Sekian lama saya bergabung di WSC, dan akhirnya satu persatu anggota mulai tahu apa yang menjadi kelebihan saya: saya lebih lemot dari yang lain, saya lebih lelet dari yang lain, dan saya lebih sering lupa dibanding yang lain. Ketiga hal tersebut saling berkesinambungan, dan tentu tak bisa dipisahkan. Tapi di balik itu, semoga saya juga lebih mau belajar dari yang lain. ^_^

novel Love Asset yang siap didistribusikan ke Gramedia di seluruh Indonesia

Mbak Tati, bersama buku karyanya yang bertengger di rak "buku laris". (kayak burung yak bertengger?)

No comments:

Post a Comment