Elita Duatnofa
Agak lama juga ya jeda dari tulisan part 2 dengan part 3 ini. :)

Ya, sekadar mengingatkan kembali, anjuran suami adalah perbanyak sholat malam seraya berdoa dengan dua pilihan: memohon ampunan untuk mereka yang menyebarkan cerita buruk, atau memohon mereka dibalas dengan kejadian serupa yang menimpa saya.

Entah salah atau tidak, saya tidak memilih keduanya. Atau mungkin memilih di antara keduanya, yaitu semoga Allah menyadarkan mereka. Bagi saya, memohon ampunan tuk mereka saja tidak akan mengubah apapun, sebab mereka bisa melakukan hal serupa pada yang lain, yang lain lagi, dan yang lainnya lagi. Atau memohon balasan tuk mereka tentu sama tak berartinya, jika mereka tak menyadarinya lalu melakukannya lagi pada orang lain lagi, orang lain lagi, lagi, dan lagi. Jadi, memohon Allah menyadarkan mereka dengan cara yang Allah mau dan kehendaki, sepertinya cukup oke untuk jadi bagian dari doa malam saya.

Kadang setelah itu saya bertanya-tanya pada diri sendiri. Apakah saya jahat berdoa begitu? Bagaimana jika Allah kemudian menempatkan salah satu dari mereka di kondisi yang jauh lebih buruk nan menyedihkan dibanding saya? Bagaimana jika mereka tak kuat? Bagaimana jika mereka menyerah? Lemah?

Sejujurnya, saya sudah tak tahu lagi apa itu definisi jahat. Sebab saya banyak melihat orang jahat yang mengaku baik, dan orang yang terlihat baik namun jahat. Jadi, bukankah jahat adalah sesuatu yang biasa, setidaknya untuk mereka? Lagipula, setidaknya saya sudah mendoakan satu kebaikan untuk mereka: s-a-d-a-r. Di luar itu biar jadi urusannya dengan Allah.

Apapun masalahnya, selalu ada hikmah. Jadi saya pun tak mau berlarut dalam kepedihan mendalam. Saya memilih untuk sibuk menemukan hikmah di balik musibah ini, hmm atau yang mereka sebut dengan azab mungkin. Terserah, apapun kata mereka, nyatanya Allah menyiapkan banyak sekali hikmah untuk saya dan keluarga.

Salah satu hikmahnya adalah, saya jadi belajar tuk ikhlas ditempatkan dimana pun yang Allah inginkan. Di tempat yang menjijikkan, atau di singasana penuh kuasa. Di tengah kehinaan, atau kehormatan. Sebab saya tak bisa menolak jika Allah sudah tetapkan demikian.

Ikhlas, ikhlas, dan belajar. Tak ada yang tahu apa yang terjadi esok hari. Apakah saya masih dihinakan, ataukah ALLAH sudah angkat saya ke tempat yang baik dan menempatkan salah seorang penghina saya di dalam kehinaan yang pernah saya alami. Wallahu a'lam.

posted from Bloggeroid

0 Responses

Post a Comment